Melestarikan Kerang Laut Abalon di Meja Makan Restoran
Warga Desa Cemagi, riang senang memandang kerang-kerang kecil juvenile abalon (Haliotis squamata), Rabu (19/04/2017). Buah-si kecil muda dan orang tua memutar kembali daya ingat di masa lalu alangkah mudahnya mendapatkan abalon berharga ratusan ribu di meja makan resto ini di pesisir laut desa di Kabupaten Jahil, Bali ini.
Sekitar 1000 benih abalon dan 500 teripang diinginkan dapat berkembang biak kembali. Dapat dikonsumsi sebagai gizi penting dari laut oleh warga sekitar dan sekalian membetulkan ekosistem sebab dua binatang laut ini berfungsi juga sebagai saringan feeder limbah sekitarnya, seperti halnya kima dan penyu.
“Wah berharap dilepas ya, dapat diambil dahulu sedikit untuk dimasak?” seorang nenek berkelakar dengan kawannya. Dia rindu mengolahnya menjadi pepes, betul-betul nikmat. Mereka menyebut abalon dengan istilah mali-mali di sini.
Mengenal Kerang Abalon
Para remaja yang terlibat dalam restoking, mengisi atau pelepasan benih abalon dan teripang di perairan Pantai Mengening, Desa Cemagi, Mengwi ini juga sibuk ikut serta memfoto sekitar 1000 benih abalon dalam pipa-pipa paralon hasil pengembangbiakkan Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Budidaya Laut (BBPBL) Gondol, Buleleng dan Balai Produksi Induk Udang Unggul dan Kekerangan (BPIU2K) Karangasem.
Pelepasan ke pesisir laut berkarang ini dilaksanakan dalam rangkaian slot server Kamboja paling gacor hari Bumi oleh Balai Penelitian Amati Laut (BPOL), Conservation International (CI) Indonesia, dan sejumlah institusi riset kelautan dan perlindungan pesisir lainnya di Bali. Dilepaskan juga sekitar 500 benih teripang yang juga dapat jadi komoditas kelautan mahal bila jago mengolahnya.
“Wuih ini nikmat sekali, makan terakhir mungkin 4 tahun lalu. Enaknya ditumis bumbu,” kata Lesi, remaja yang motivasi memfoto abalon-abalon kecil sebelum dilepaskan. Abalon dan timun laut atau teripang yang diinginkan dapat berkembang biak kembali dan lestari di habitat perairan berkarang Selatan Bali ini.
Melestarikan Kerang Laut Abalon di Meja Makan Restoran
Ketua nelayan setempat Ketut Alit Suyadnya atau akrab dipanggil Mangku Kumis dengan tangkas membuka baju adatnya, kamen dan selendang untuk menyeburkan diri ke laut. Pria yang puluhan tahun memanfaatkan hasil laut ini menyelam untuk meletakkan pipa-pipa di dasar laut yang dikala itu sedang bergelombang tinggi dan keruh di pesisirnya.
Juga ada agenda meletakkan beberapa pipa paralon ini dengan rangkaian tali berisi pemberat. Jadi nanti abalon kecil akan bergerak menuju rumah barunya di alam liar sesudah sebagian lama di bak penampungan budidaya.
Mangku Kumis mengaku ada perbedaan besar antara dahulu dan kini soal situasi pesisir dan ekosistemnya. Industri pariwisata di Jahil membikin setiap orang berebut membangun sedekat mungkin dengan laut. Dia mengakui dikala ini pesisir pantai Mengening ini erosi. Pantai jauh lebih pendek. “Dahulu abalon banyak sekali, mudah diperoleh. Kini sedikit. Udang juga makin sedikit,” katanya mengingat kelimpahan makananan laut mahal di pesisirnya di masa lalu.
Sekiranya mujur dia mengaku masih dapat menangkap lobster atau ikan layur dengan mengayuh papan seluncur besar atau wind surfing. “Sekiranya menerapkan perahu sulit menarik dan mengeluarkan. Waktu aku kan sedikit,” ujarnya.
Kecuali perubahan lanskap pesisir, menurutnya makin banyak limbah juga menyulitkan padang lamun dan rumput laut tumbuh. “Dahulu kan banyak binatang di sana. Mudah sekali cari abalon atau teripang,” serunya.
Ibnu Rusdi peneliti abalon dari BBPBL Gondol di Buleleng menyebut pantai Mengening yakni akun pro kamboja habitat dan tempat tangkapan abalon. Menurutnya restoking di lokasi ini masih pantas sebab masih banyak bebatuan dan karang daerah hidup abalon. Spesien binatang laut kerang-kerangan ini dibudidayakan di bak-bak penelitian yang indukannya dari sejumlah pengumpul di Jembrana.
Diawali penelitiannya pada 2007 kemudian pada 2008 sukses pembibitan. Tahun selanjutnya dilanjutkan pembesaran dan pengembangan. “Kini benih ini telah generasi ke-4,” katanya seputar ribuan benih yang telah dan akan disebarkan ke perairan lepas. Dikala ini jumlah abalon di sana telah puluhan ribu.
Abalon tidak seperti ikan yang dapat bermigrasi. Dia berdiam diri di daerah mencari makan, kepindahan atau distribusinya kemungkinan sebab arus laut. Jadi saat di-restoking di daerah-daerah tertentu, kemungkinan besar akan dapat dipanen di lokasi itu juga.
Tetapi seandainya terus diambil tidak terbatas akan habis dan punah. Maka perlu dicatat jumlah dicokoknya di alam liar. Keseimbangan ekosistem terganggu sebab spesies ini penting dalam alam salah satunya mengurangi pencemaran. “Pernah ada di Kepulauan Seribu tetapi susah makannya, cara pemeliharaannya diserahkan ke alam,” tambahnya soal siasat pengembangbiakan abalon.
Ibnu menerangkan pada warga dan nelayan yang hadir dalam pengenalan abalon yang dihelat di wantilan sebuah pura dekat pantai. Benih yang dilepas berukuran 3 cm, dan untuk menempuh 6 cm perlu waktu 5-7 bulan. Dia menyebut sejumlah warga telah terbiasa memasak abalon untuk konsumsi sendiri. Tetapi di pasar internasional harganya betul-betul mahal. Seporsi dapat hingga Rp200-400 ribu pun jutaan bila bermutu bagus.
“Sekiranya warga Jepang atau Cina memandang abalon di jamuan berarti itu pesta besar,” lanjutnya. Kecuali berprotein tinggi juga mengandung asam amino. Demikian juga teripang yang poin ekonomisnya tinggi bila diolah dengan ideal.
Journal of Aquaculture Management and Technology Volume 3, Nomor 4, Tahun 2014, berjudul Pemanfaatan Bermacam Ragam Makroalga untuk Pertumbuhan Abalon (Haliotis Squamata) dalam Budidaya Pembesaran oleh Nurfajrie, Suminto, Sri Rejeki dari Program Studi Budidaya Perairan Jurusan Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Diponegoro memaparkan karakteristik abalon.
Dipaparkan moluska ialah kategori yang mendominasi perairan sesudah kategori ikan, jumlahnya menempuh 1500 macam siput dan 1000 macam kerang (Nontji, 1984). Salah satu macam siput yang bisa ditemui di perairan Indonesia yakni abalon. Abalon ialah kategori moluska laut yang lebih diketahui sebagai “kerang mata tujuh” atau “siput lapar kekenyangan” (Dharma, 1988) dalam (Susanto, et al., 2010). Sebagian jenisnya ialah komoditas ekonomis. Daging abalon ialah sumber makanan berprotein tinggi, rendah lemak, makanan tambahan (food suplement) dan di Jepang dianggap kapabel menyembuhkan penyakit ginjal.
Kecuali poin nutrisi yang tinggi, imbas prestise bagi yang mengkonsumsinya menyebabkan abalon mempunyai poin ekonomis tinggi. Hal yang juga menarik dari budidaya abalon yakni bersifat low tropic tahapan (larvanya memakan benthic diatom dan dewasanya memakan rumput laut/makroalga) dengan demikian bisa dikatakan tarif produksinya relatif murah.
Tinggalkan Balasan